MANOKWARI, PinFunPapua.com – Inspektorat Papua Barat menegaskan pentingnya tertib administrasi dalam penggunaan dana hibah, menyusul adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait penerima hibah pada tahun-tahun sebelumnya yang tidak memberikan laporan pertanggungjawaban. Hal ini disampaikan dalam rangkaian penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) baru-baru ini.
Kepala Inspektorat Papua Barat, Korinus J. Aibibi, S.H., AB., mengingatkan bahwa ketidakpatuhan dalam penggunaan dana hibah dapat berdampak pada temuan berulang dalam audit keuangan daerah. “Menindaklanjuti penandatanganan NPHD kemarin, kami sudah menegaskan bahwa penggunaan dana hibah harus dikelola dengan benar agar tidak menimbulkan temuan seperti tahun-tahun sebelumnya,” ujarnya.
Korinus menekankan bahwa para penerima hibah wajib memahami isi NPHD secara menyeluruh, termasuk pasal-pasal yang mengatur tanggung jawab penerima. “Semua yang tercantum dalam NPHD sudah merangkum isi proposal yang diajukan sebelumnya. Jika ada penyalahgunaan, pasti akan terdeteksi dalam pemeriksaan,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa pemanfaatan dana hibah diawasi oleh berbagai lembaga, baik secara internal maupun eksternal. “Ada pemeriksaan dari Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Inspektorat, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta BPK Perwakilan. Bahkan, jika ada laporan dari masyarakat mengenai penyalahgunaan hibah, hal itu juga bisa menjadi dasar pemeriksaan lebih lanjut,” tambahnya.
Sebagai langkah pencegahan, Inspektorat Papua Barat terus mengingatkan agar tidak terjadi temuan yang berulang. Selain itu, pemberian hibah juga tidak boleh dilakukan secara terus-menerus kepada lembaga atau yayasan yang sama tanpa evaluasi. “Penerima hibah harus dievaluasi. Tidak boleh setiap tahun lembaga yang sama terus menerima hibah tanpa dasar yang jelas. Pengecualian diberikan kepada beberapa lembaga yang merupakan turunan dari pemerintah pusat, seperti Palang Merah Indonesia (PMI), Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), dan Gerakan Pramuka, KORPRI dan PKK,” ungkap Korinus.
Ia juga menyoroti pentingnya kehati-hatian dalam penggunaan dana hibah agar tidak menimbulkan konsekuensi hukum. “Dana hibah harus digunakan sesuai dengan tujuan yang tertuang dalam proposal yang diajukan ke pemerintah daerah. Jika disalahgunakan, risikonya sangat besar, bahkan bisa berujung pada proses hukum. Sudah ada contoh kasus di mana penyalahgunaan hibah berujung pada penahanan,” tegasnya.
Korinus memastikan bahwa proses evaluasi tetap berjalan guna menilai kelayakan penerima hibah di tahun-tahun berikutnya. “Tidak ada kewajiban untuk terus memberikan hibah kepada lembaga atau yayasan yang sama. Jika mereka aktif dan kooperatif, tentu bisa dipertimbangkan kembali berdasarkan kemampuan keuangan daerah. Namun, ada banyak lembaga dan yayasan keagamaan lain yang juga membutuhkan bantuan dalam bentuk hibah dari provinsi,” tutupnya.
Dengan adanya pengawasan ketat ini, diharapkan penerima hibah dapat lebih disiplin dalam menyusun laporan pertanggungjawaban, sehingga tidak ada lagi temuan dalam pemeriksaan keuangan daerah di masa mendatang. (Aufrida Marisan )