Penerapan Asas Diminus Litis Menuai Penolakan Para Pakar Hukum Indonesia

SORONG, PinFunPapua.com  – Wacana penggunaan asas Diminus Litis oleh Kejaksaan dalam penegakan hukum di Indonesia dengan dalih Restorative Justice menuai penolakan dari berbagai pihak. Penolakan ini tidak hanya datang dari masyarakat awam, tetapi juga dari pakar hukum, akademisi, serta para rektor dan dosen fakultas hukum di berbagai perguruan tinggi.

Salah satu penolakan disampaikan oleh Dr. Fahri Bachmid, S.H., M.H., dalam wawancaranya di salah satu media nasional beberapa waktu lalu. Ia menilai bahwa penggunaan asas Diminus Litis oleh Kejaksaan justru dapat menimbulkan ketegangan antara Kepolisian dan Kejaksaan. Menurutnya, pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terkait asas tersebut di DPR RI seharusnya melibatkan para pakar hukum untuk mendapatkan perspektif yang lebih luas.

Senada dengan itu, pakar hukum pidana Sri Indah Utari juga mengingatkan bahwa asas ini berpotensi disalahgunakan.

“Penerapan asas ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati, apalagi jika dimasukkan dalam Undang-Undang Kejaksaan. Tidak pernah ada sebuah institusi yang superpower tanpa menerapkan prinsip kehati-hatian dalam proses hukum,” ujarnya.

Kekhawatiran lain disampaikan oleh dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sorong, Hasriyanti, S.H., M.H., yang menegaskan bahwa penerapan asas Diminus Litis berpotensi menciptakan monopoli kewenangan oleh Kejaksaan.

“Saat Kepolisian menaikkan suatu perkara ke tahap P-21, perkara tersebut tetap harus dilanjutkan. Asas ini dimasukkan dalam RKUHAP dengan alasan agar ketika suatu perkara masuk ke persidangan dan ditemukan kekurangan, maka Jaksa tetap bertanggung jawab hingga perkara selesai. Namun, hal ini justru berisiko bagi jaksa dalam menjalankan tugasnya,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa dalam praktiknya, seorang jaksa yang salah dalam menetapkan putusan bisa dikenai sanksi. Dengan adanya asas Diminus Litis, jaksa memiliki kewenangan untuk memutuskan apakah suatu perkara akan dilanjutkan atau tidak, yang pada akhirnya dapat mengurangi kewenangan Kepolisian.

“Jika asas ini diterapkan, maka Kejaksaan akan memiliki kendali penuh dalam menentukan kelanjutan suatu perkara, yang secara tidak langsung mengambil kewenangan dari Kepolisian,” pungkasnya.

Perdebatan mengenai asas Diminus Litis dalam sistem hukum Indonesia masih terus berlanjut. Para akademisi dan praktisi hukum berharap pembahasannya di DPR RI dapat dilakukan secara transparan dan melibatkan berbagai pihak agar tidak menimbulkan ketimpangan dalam penegakan hukum di masa depan. (red).

Please follow and like us:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *