PinFunPapua.com, Manokwari – Sebanyak 19 siswa kelas 4 SD YPK 1 Efata Manggoapi, Manokwari, mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan saat hendak mengikuti ujian sekolah. Mereka dikabarkan diusir dari kelas oleh salah satu oknum seorang guru karena belum melunasi tunggakan SPP.
Nia Kubiari, seorang aktivis yang memperjuangkan isu perempuan dan anak, menyatakan bahwa dirinya didatangi oleh 19 siswa tersebut yang menceritakan bahwa mereka disuruh pulang. “Mereka bilang guru menyuruh mereka pulang untuk memberitahukan orang tua agar segera melunasi tunggakan SPP. Setelah itu, baru mereka bisa ikut ujian,” ungkap Nia saat ditemui wartawan, Selasa (1/10/2024)
Menurut Nia, tindakan tersebut sangat memprihatinkan. Ia menekankan bahwa anak-anak seharusnya tetap diperbolehkan mengikuti ujian, meskipun memiliki tunggakan. “Seharusnya ada solusi yang lebih bijaksana, misalnya menahan rapor mereka setelah ujian hingga tunggakan diselesaikan. Tindakan mengusir ini bukanlah solusi yang mendidik,” ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa anak-anak tidak seharusnya dibebani dengan masalah keuangan, melainkan fokus pada pendidikan. Untuk itu, Nia sudah berkoordinasi dengan UPTD PPA Manokwari dan MRPB Papua Barat agar masalah ini segera diatasi.
Di sisi lain, Mince Rumfaker, salah satu orang tua siswa, mengonfirmasi bahwa anak-anak memang disuruh pulang oleh guru karena tunggakan SPP belum dilunasi. “Guru bilang harus bayar tunggakan dulu baru bisa ikut ujian, jadi anak-anak disuruh pulang,” jelas Mince. Ia berencana menemui pihak sekolah untuk meminta penjelasan lebih lanjut terkait kebijakan tersebut.
Marice Numberi, Kepala UPTD PPA Kabupaten Manokwari, menyatakan bahwa kejadian ini bertentangan dengan hak anak untuk mendapatkan pendidikan. “Anak-anak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan, sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002. Guru tidak boleh menyuruh mereka pulang hanya karena masalah SPP,” tegas Marice. Ia mendesak MRPB untuk segera turun tangan menangani kasus ini, karena ini menyangkut masa depan anak-anak Papua.
Marice juga menegaskan bahwa masalah ini bukan hanya tentang pendidikan formal, tetapi juga tentang bagaimana masyarakat Papua mempersiapkan generasi penerus yang siap meneruskan perjuangan. “Anak-anak ini adalah tonggak estafet masa depan Papua. Kita semua harus bekerja sama memastikan mereka mendapatkan pendidikan yang layak,” tambahnya.
Sementara itu, salah seorang siswa kelas 4 yang ditemui wartawan mengonfirmasi bahwa dirinya dan teman-temannya tidak diperbolehkan mengikuti ujian karena belum melunasi tunggakan SPP. “Kami sudah bilang ke orang tua, tapi mereka bilang tunggu dulu karena belum ada uang,” ungkap siswa tersebut.
Kepala Sekolah SD YPK 1 Efata Manggoapi, Netty Korwa, menyampaikan permohonan maaf atas kejadian tersebut. Ia berjanji akan segera mengumpulkan para guru dan orang tua siswa untuk membahas penyelesaian masalah ini. “Kami akan memastikan bahwa 19 siswa tersebut tetap dapat mengikuti ujian. Ini adalah hak mereka dan kami akan menanganinya dengan bijaksana,” jelas Netty.
Netty juga mengingatkan para orang tua bahwa tanggung jawab pendidikan anak-anak tidak hanya terletak pada sekolah, tetapi juga pada peran aktif orang tua. “Kami berharap orang tua lebih memperhatikan pendidikan anak-anak mereka, termasuk menyelesaikan kewajiban administrasi sekolah,” pungkasnya.
Kejadian ini menyoroti pentingnya sinergi antara sekolah, orang tua, dan lembaga terkait untuk memastikan setiap anak mendapatkan haknya dalam pendidikan, tanpa harus dibebani dengan masalah keuangan yang seharusnya menjadi tanggung jawab orang tua. (red)