WONDAMA, PinFunPapua.com — Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Dr. Filep Wamafma, angkat bicara menanggapi kasus pembakaran mahkota yang terbuat dari burung cenderawasih di Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua pada Selasa (29/10/2025).
Filep mengecam keras tindakan tersebut dan menilai bahwa para pelaku tidak hanya pantas dijatuhi sanksi sosial, tetapi juga harus dikenai sanksi adat oleh Dewan Adat Papua.
“Kita harus akui bahwa saat ini memang ada persoalan besar terkait kepunahan satwa endemik Papua seperti burung cenderawasih dan kasuari. Satwa-satwa ini harus dilindungi, bukan dijadikan objek penghinaan,” tegas Filep di Wondama, Jumat (24/10/2025).
Filep menilai, tindakan pembakaran mahkota cenderawasih tidak hanya mencederai nilai konservasi, tetapi juga melukai harga diri dan martabat orang Papua. Ia menjelaskan bahwa burung cenderawasih atau yang dikenal sebagai “burung surga” memiliki makna filosofis mendalam bagi masyarakat Papua.
“Dalam kisah yang diwariskan leluhur, Tuhan memberikan keindahan kepada bangsa-bangsa di dunia, dan ketika satu orang berkulit hitam datang memohon sesuatu yang baik, Tuhan memberikan burung surga — burung cenderawasih. Itu simbol kemuliaan bagi orang Papua,” ujarnya.
Menurut Filep, burung cenderawasih merupakan lambang harkat dan martabat orang Papua yang memuliakan keberadaan mereka di hadapan bangsa lain. Karena itu, memperlakukan simbol tersebut dengan cara yang tidak pantas sama halnya dengan merendahkan nilai spiritual dan kultural masyarakat Papua.
“Kalau miras ilegal dimusnahkan dengan api, itu wajar karena miras membawa kebinasaan. Tetapi burung cenderawasih berbeda. Ia adalah simbol kemuliaan. Tidak bisa disamakan, dan apalagi dibakar seperti barang tak bernilai,” tegas Filep dengan nada kecewa.
Senator asal Papua Barat itu juga menilai bahwa peristiwa tersebut menunjukkan rendahnya pemahaman tentang nilai-nilai budaya dan filosofi Papua di kalangan aparat yang terlibat. Ia menegaskan bahwa ketidaktahuan bukan alasan untuk membenarkan tindakan yang merendahkan simbol adat Papua.
“Ini menunjukkan kualitas sumber daya manusia yang rendah dalam memahami filosofi dan martabat orang Papua. Karena itu, selain sanksi sosial, Dewan Adat Papua harus segera memanggil pelaku dalam sidang adat dan menjatuhkan sanksi tegas, bahkan bisa sampai pada keputusan untuk mengeluarkan mereka dari tanah Papua,” katanya.
Filep juga mendesak Kementerian terkait, aparat kepolisian, dan TNI agar melakukan peninjauan serta mutasi terhadap seluruh aparat yang terlibat dalam aksi tersebut. Ia menegaskan bahwa peristiwa seperti ini tidak boleh dibiarkan berulang, sebab dapat memicu keresahan sosial di tengah masyarakat.
“Kalau hal seperti ini dibiarkan, akan menjadi masalah baru dan memperkeruh hubungan sosial antara masyarakat dan aparat. Kami dari DPD RI dan DPR RI meminta agar pemerintah segera menindaklanjuti kasus ini dengan serius,” tegasnya.
Pernyataan Filep Wamafma senada dengan peringatan dari anggota DPR RI, Obet Ayok, yang sebelumnya juga menilai bahwa pembiaran terhadap kasus ini akan berdampak luas dan berpotensi menimbulkan konflik sosial baru di Papua. ( red )
