AMBON, PinFunPapua.com – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dikenal luas bukan hanya sebagai organisasi kemahasiswaan biasa, tetapi sebagai kawah candradimuka yang melahirkan kader-kader pemimpin bangsa. Organisasi ini menjadi wadah pembinaan yang mencetak generasi intelektual muda yang matang secara spiritual, sosial, dan ideologis. Namun, kondisi tersebut dinilai mulai memudar, khususnya di tingkat Cabang Ambon.
Hal itu disampaikan oleh Yunus Watngil, salah satu kader PMII Komisariat UIN AMSA Ambon, dalam rilisnya kepada media ini, Minggu (25/5/2025). Ia menegaskan bahwa PMII harus dikembalikan pada nilai-nilai perjuangan yang luhur dan menjunjung tinggi konstitusi organisasi.
“PMII adalah rumah perjuangan bagi anak muda Islam yang ingin berpikir, berjuang, dan bertindak demi umat dan bangsa. Namun dalam beberapa tahun terakhir, khususnya sejak 2018, PMII Cabang Ambon tampak menjauh dari cita-cita itu,” ungkap Yunus.
Ia menyoroti pelaksanaan forum-forum strategis seperti Konferensi Cabang (Konfercab) yang dinilainya telah berubah dari ruang konsolidasi menjadi ajang perebutan kekuasaan. Menurutnya, kaderisasi yang seharusnya menjadi jantung organisasi kini tergeser oleh kepentingan jangka pendek kelompok tertentu.
Puncak dari kemunduran organisasi tersebut, lanjut Yunus, terlihat dalam peristiwa pelantikan Ketua Cabang PMII Ambon yang dinilai cacat prosedural. Ia menjelaskan bahwa Konfercab ke-XXVI yang digelar pada 20 Juli 2024 tidak menghasilkan keputusan final karena hanya sampai pada Pleno II dan belum menetapkan ketua umum terpilih. Namun, secara mengejutkan, terjadi pelantikan sepihak terhadap Taufik Souwakil sebagai Ketua Cabang PMII Ambon pada Sabtu, 24 Mei 2025, di Aula Kantor Wali Kota Ambon.
Ironisnya, pelantikan itu didukung oleh tokoh-tokoh dari Pengurus Besar (PB) PMII, seperti Adhi Gunaldy Kelrey dan Muhammad Farrid, yang disebut mengatasnamakan Ketua PB PMII. Menurut Yunus, tindakan tersebut mencederai konstitusi organisasi dan menjadi preseden buruk dalam tata kelola PMII.
“Tindakan itu tidak hanya melanggar prosedur, tetapi juga merupakan pengkhianatan terhadap nilai-nilai perjuangan. Dampaknya, kepercayaan kader menurun drastis, suhu organisasi memanas, dan PMII makin jauh dari esensinya sebagai gerakan moral dan intelektual,” tegasnya.
Atas kondisi tersebut, mayoritas kader dan anggota PMII se-Kota Ambon menyampaikan tuntutan tegas kepada PB PMII untuk mengambil langkah korektif. Adapun tuntutan tersebut meliputi:
- Memberikan sanksi organisasi kepada Adhi Gunaldy Kelrey dan Muhammad Farrid atas keterlibatan langsung dalam pelanggaran konstitusi organisasi.
- Membatalkan Surat Keputusan (SK) yang menetapkan Taufik Souwakil sebagai Ketua Cabang PMII Ambon, karena dinilai cacat konstitusi dan bertentangan dengan mekanisme organisasi.
- Menunjuk karateker untuk menyelenggarakan Konfercab ulang secara sah, demokratis, dan sesuai AD/ART PMII.
- Menjamin independensi dan netralitas PB PMII dalam menyikapi konflik internal serta menindak segala bentuk intervensi yang mencederai otonomi kaderisasi di daerah.
Yunus menegaskan bahwa kritik ini lahir dari kecintaan terhadap organisasi, bukan untuk menjatuhkan pihak mana pun. Ia mengutip pesan almarhum Mahbub Djunaidi, Ketua Umum pertama PB PMII, bahwa “kritik adalah tanda bahwa seseorang masih peduli, bukan sekadar ingin menjatuhkan.”
“Kami ingin PMII tetap menjadi rumah besar kaderisasi dan perjuangan. Perubahan tidak lahir dari kekacauan, melainkan dari kesadaran kolektif dan komitmen untuk kembali pada akar perjuangan,” ujarnya.
Ia menutup pernyataannya dengan menyerukan seluruh elemen PMII untuk menjaga marwah organisasi demi masa depan Indonesia dan khususnya Maluku.
“PMII adalah milik seluruh kader, bukan segelintir elite. Ia harus diwariskan dalam kondisi bermartabat kepada generasi selanjutnya,” pungkasnya. (Risman/rls)