
Jayapura, PinFunPapua.com — Badan Pengurus Pusat Himpunan Mahasiswa/i Kabupaten Yalimo (HMKY) se-Indonesia di Jayapura menyatakan sikap tegas terhadap situasi yang terjadi di Kabupaten Yalimo.
Melalui rilis resmi yang diterima media ini via WhatsApp pada Rabu (17/9/2025), Ketua HMKY se-Indonesia di Jayapura, Peres Walilo, menyampaikan lima poin tuntutan kepada aparat dan pemerintah daerah.
Pernyataan sikap tersebut sebagai berikut:
Hentikan pendropan militer dari Wamena menuju Kabupaten Yalimo yang saat ini masih berlangsung.
Tindak tegas oknum aparat yang melontarkan kata-kata rasis terhadap masyarakat.
Proses hukum terhadap pelaku penembakan warga sipil di Yalimo.
Hentikan penangkapan sepihak terhadap warga di wilayah tersebut.
Pemerintah Kabupaten Yalimo diminta segera bertindak, menanggapi persoalan ini sesuai hukum yang berlaku.
Menurut Peres, eskalasi militer dan tindakan represif yang dilakukan aparat sangat mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat sipil. Ia juga menekankan bahwa tindakan rasisme adalah pelanggaran serius yang tidak dapat dibiarkan.
“Rasisme bukan hanya menyakiti hati masyarakat, tetapi juga melanggar hak asasi manusia dan hukum yang berlaku di Indonesia,” tegasnya.
Dasar Hukum: Rasisme Adalah Tindak Pidana
Rasisme di Indonesia diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta Pasal 28 Ayat (2) UU ITE terbaru (UU No. 1 Tahun 2024).
Tindakan diskriminatif berdasarkan ras, seperti ujaran kebencian, penyebaran gambar atau tulisan yang bersifat rasis, hingga mengenakan atribut bernada kebencian ras, dapat dikenakan sanksi pidana penjara hingga 5 tahun atau denda maksimal Rp500 juta.
Tujuan dari regulasi ini adalah untuk menjaga persatuan bangsa dan melindungi masyarakat dari perlakuan tidak adil berdasarkan suku, ras, atau etnis.
Seruan untuk Pemerintah dan Aparat
HMKY meminta pemerintah daerah, khususnya Pemkab Yalimo, untuk tidak tinggal diam dan segera mengambil langkah hukum yang tegas terhadap setiap pelanggaran, baik oleh warga maupun aparat negara.
“Jangan biarkan masyarakat terus hidup dalam ketakutan. Negara harus hadir sebagai pelindung, bukan sebagai ancaman,” tutup Peres Walilo. (RISMAN)