Keputusan MRPB Mengenai Status OAP Bakal Calon: Pertimbangan Antropologis, Sosiologis, dan Yuridis

PinFunPapua.com, Manokwari – Ketua Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB), Judson Ferdinandus Waprak, menyampaikan bahwa sebelum menetapkan bakal calon (balon) sebagai Orang Asli Papua (OAP), MRPB telah menjalani dua tahapan verifikasi. Tahapan pertama adalah verifikasi administrasi, yang bertujuan untuk meneliti keaslian dokumen syarat administrasi balon yang diserahkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua Barat. Tahapan kedua adalah verifikasi faktual, yang melibatkan pengumpulan informasi yang akurat dan jujur dari Ketua Marga, Ketua Lembaga Adat, atau para Tetua Adat yang memiliki kewenangan adat untuk memberikan penjelasan dan/atau kesaksian tentang status keaslian OAP dari balon tersebut,” ungkap Ketua MRPB melalui press releasenya, Senin (9/09/2024)

Sebagai representasi kultural OAP, MRPB berkomitmen untuk melindungi harkat dan martabat OAP, termasuk memperjuangkan perlindungan dan pemenuhan hak politik OAP dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Di sisi lain, MRPB sebagai lembaga pemerintah daerah otonomi khusus (Otsus) Provinsi Papua Barat, berkewajiban untuk konsisten melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku. MRPB bukanlah lembaga adat atau dewan adat.

Dasar keputusan MRPB didasarkan pada fakta-fakta yang diperoleh selama proses verifikasi. Pertimbangan yang digunakan meliputi:

Pertimbangan Antropologis:

Hubungan genealogis dengan suku asli Papua atau ras Melanesia.
Kepemilikan wilayah adat, termasuk tempat tinggal.
Sejarah marga dan suku.

Pertimbangan Sosiologis:

Relasi sosial antara marga dan suku balon dengan marga-marga serta suku-suku lain yang asli Papua.
Kesepakatan sosial yang telah terjalin sejak dahulu.

Pertimbangan Empiris dan Kepustakaan:

Dokumen silsilah kedua balon yang telah terverifikasi oleh MRPB pada tahun 2017 dan diputuskan sebagai OAP.
Hasil penelitian antropologi di Suku Koiwai dan Suku Mairasi dari tahun 1982 hingga 2024.

Pertimbangan Yuridis:

Ketentuan Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021.
Putusan Nomor 29/PUU-IX/2011 oleh Mahkamah Konstitusi.
Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua Barat Nomor 4 Tahun 2023 tentang Orang Asli Papua di Provinsi Papua Barat.

Dalam pertimbangan yuridis, MRPB mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa pihak yang berhak menentukan dan mengakui seseorang sebagai orang asli Papua adalah marga dan suku yang memiliki hubungan genealogis dan kultural langsung dengan balon yang bersangkutan. Keputusan MRPB merujuk pada pernyataan dan pengakuan dari marga dan suku yang relevan.

MRPB menegaskan bahwa mereka tidak akan terlibat dalam perdebatan atau pertikaian lokal mengenai masalah internal masyarakat adat Papua. Hal ini dianggap sebagai urusan masyarakat adat yang memiliki sistem aturan untuk menyelesaikannya tanpa campur tangan pihak luar.

MRPB menyadari bahwa keputusan yang diambil akan memunculkan tanggapan pro dan kontra. Pihak-pihak yang tidak setuju diperbolehkan untuk mengajukan keberatan atau penolakan melalui jalur hukum positif. MRPB menekankan pentingnya memperjuangkan keadilan untuk orang asli Papua tanpa menciptakan ketidakadilan baru.

Ketua MRPB, Judson Ferdinandus Waprak, juga menambahkan bahwa anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) periode 2024-2029 serta Kepala Daerah Papua Barat, khususnya, dan Papua pada umumnya, diharapkan untuk bersama-sama meninjau kembali undang-undang secara seksama dan melakukan kajian agar kebijakan tersebut bermanfaat bagi OAP dan negara Republik Indonesia yang kita cintai.

Please follow and like us:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *