PinFunPapua.com, Manokwari – Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Provinsi Papua Barat menggelar sosialisasi mengenai operasional Fasilitas Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) medis, atau yang lebih dikenal sebagai insinerator, yang direncanakan beroperasi pada tahun 2024. Insinerator ini diharapkan mampu meningkatkan efektivitas pengelolaan limbah medis di Papua Barat.
Acara yang diselenggarakan di salah satu hotel di Manokwari, Jumat (25/10/2024), dihadiri berbagai pemangku kepentingan, seperti Kepala DLHP, Direktur PT Papua Doberai Mandiri, Direktur PT Wastec International, Lurah Andai, Kepala Distrik Manokwari Selatan, serta perwakilan masyarakat dari Kampung Katebu dan Masyepi.
Sebelum membuka acara, Selviana Isir, S.Hut., M.Si, Sekretaris DLHP yang mewakili Kepala Dinas Reymond R.H. Yap, S.E., M.T.P., menyampaikan rasa syukur atas terlaksananya kegiatan ini. Dalam sambutannya, Selviana menekankan pentingnya fasilitas insinerator ini untuk pengelolaan limbah medis yang aman dan efisien.
Fasilitas insinerator ini merupakan hibah dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia kepada Pemerintah Provinsi Papua Barat melalui DLHP pada tahun 2021. Penyerahan dilakukan melalui penandatanganan Berita Acara Serah Terima Operasional Barang Milik Negara. Hibah ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya jumlah limbah medis akibat pandemi Covid-19 pada tahun 2020, sementara saat itu Papua Barat belum memiliki insinerator berizin yang memenuhi standar yang berlaku.
Selviana menjelaskan bahwa insinerator ini merupakan fasilitas pertama di Papua yang mendapat izin dari KLHK. Keberadaan insinerator ini diharapkan dapat mengatasi masalah pengelolaan limbah medis yang selama ini diserahkan kepada pihak ketiga di luar Papua, khususnya di Pulau Jawa, yang memerlukan biaya tinggi bagi fasilitas kesehatan setempat, seperti rumah sakit, puskesmas, pustu, dan klinik.
“Insinerator ini sangat penting untuk mengolah limbah medis, khususnya limbah B3, yang tidak bisa dicampur dengan limbah padat atau sampah biasa. Limbah B3 harus dikelola dengan metode khusus, yaitu dibakar pada suhu tinggi di fasilitas insinerator, sehingga aman untuk lingkungan,” jelas Selviana.
Fasilitas insinerator ini memiliki kapasitas 150 kilogram per jam dan diharapkan mampu mengolah seluruh limbah medis dari fasilitas pelayanan kesehatan di Papua. Selviana juga mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama menjaga dan merawat insinerator ini agar terus berfungsi optimal dan mendukung pengelolaan limbah medis di Papua Barat.
Dalam komitmen pengoperasian insinerator ini, DLHP Papua Barat berjanji untuk menjaga kebersihan, kesehatan, dan kenyamanan lingkungan sekitar. Insinerator ini telah melewati uji Trial Burning Test pada tahun 2023 untuk memastikan bahwa emisi gas buangnya berada di bawah ambang batas mutu yang ditetapkan pemerintah, sehingga aman bagi lingkungan. DLHP juga telah melakukan kajian dampak lingkungan sesuai dengan Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan untuk meminimalkan dampak negatif yang mungkin timbul di kemudian hari.
“Kami akan terus menjaga kualitas lingkungan, baik air maupun udara, agar tetap baik dan tidak berdampak buruk bagi masyarakat sekitar,” lanjut Selviana.
Sebelum memperoleh izin operasional dalam bentuk Persetujuan Lingkungan dan Surat Layak Operasi (SLO), DLHP Papua Barat telah melalui proses pengujian dokumen evaluasi lingkungan hidup di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
Selviana juga mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Kampung Masyepi dan Kampung Katebu yang telah meluangkan waktu untuk hadir dalam sosialisasi ini. Ia berharap masyarakat setempat dapat ikut menjaga dan merawat insinerator ini agar dapat terus berfungsi sesuai tujuannya.
“Semoga dengan operasionalnya insinerator di Papua Barat, tidak ada lagi masalah limbah B3 medis sehingga tercipta lingkungan yang sehat dan nyaman bagi masyarakat di Provinsi Papua Barat,” tutup Selviana. ( JN )