PinFunPapua.com, Manokwari – Kondisi ketidakpastian geopolitik di berbagai belahan dunia yang terus membayangi sepanjang tahun 2023 perlu terus diwaspadai. Risiko tersebut, ditambah dengan pelemahan ekonomi Tiongkok dan dampak perubahan iklim, diperkirakan akan membuat perekonomian global stagnan, moderasi inflasi dan harga komoditas masih terus berlanjut. Di tengah kondisi tersebut, kinerja APBN di awal 2024 melanjutkan kinerja baik APBN 2023 dengan momentum pertumbuhan ekonomi yang stabil.
Kepala Direktorat Jenderal Perbendaharaan ( DJPb ) Papua Barat Purwadhi Adhiputranto mengatakan kinerja baik APBN tercermin dari antisipasi terhadap dampak pelemahan perekonomian global dan volatilitas pasar keuangan global. Pertumbuhan ekonomi tahun 2023 yang tumbuh relatif kuat di angka 5,05 persen, neraca perdagangan Maret 2024 yang melanjutkan tren surplus, inflasi yang relatif terjaga, dan indikator-indikator produksi yang masih cukup kuat menunjukkan perkembangan ekonomi nasional masih tetap kuat dan stabilitas ekonomi terjaga.
” Indonesia mampu melanjutkan tren positif yang telah dicapai sepanjang tahun 2022 dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2023 sebesar 5,05 persen (yoy). Memasuki awal 2024, realisasi Pendapatan Negara dan Hibah hingga 30 April 2024 tercatat Rp924,9 triliun atau mencapai 33,0 persen dari target APBN 2024, sementara realisasi Belanja Negara sebesar Rp849,2 triliun atau 25,5 persen,” ungkap Purwadhi.
Menurutnya sejalan dengan kondisi perekonomian nasional yang masih tumbuh kuat, pada tataran regional Papua Barat (Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua Barat Daya) menunjukkan hal yang serupa. PDRB tahun 2024 tumbuh sebesar 2,27 persen (yoy); inflasi Papua Barat pada bulan April 2024 mencapai 3,59 persen (yoy) dan Papua Barat Daya mencapai 2,45 persen (yoy).
” Pada April 2024, tingkat inflasi Provinsi Papua Barat sebesar 0,17 persen (mtm) atau 3,59 persen (yoy), dan Provinsi Papua Barat Daya sebesar 0,73 persen (mtm) atau 2,45 persen (yoy). Laju inflasi di Provinsi Papua Barat terjadi karena kenaikan harga yang ditunjukkan oleh peningkatan indeks pada kelompok pengeluaran Makanan, Minuman, dan Tembakau, terutama beras, tarif angkutan udara, ikan cakalang, bayam, dan bawang putih,” ucapnya.
Begitu juga di Provinsi Papua Barat Daya, laju inflasi disebabkan oleh peningkatan pada kelompok pengeluaran Makanan, Minuman, dan Tembakau dengan komoditas ikan teri, ikan tuna, beras, bakso siap santap, dan bayam. Secara tahunan, kelompok pengeluaran transportasi angkutan udara juga cukup berkontribusi dalam laju inflasi pada bulan April 2024.
” Realisasi Pendapatan APBN Regional Papua Barat sampai dengan bulan April 2024 mencapai 21,63 persen dari target atau sebesar Rp766,97 miliar. Realisasi pendapatan terbesar berasal dari Pajak Dalam Negeri sebesar Rp609,19 miliar dengan kontribusi terbesar yaitu PPh Non Migas mencapai Rp381,61 miliar disusul oleh penerimaan PPN dan PPnBM yang mencapai Rp217,49 miliar,” tandasnya.
Purwadhi menambahkan, dari lima sektor dengan kontribusi terbesar, terdapat sektor yang mengalami pertumbuhan neto negatif, yaitu sektor administrasi pemerintahan dan jaminan sosial wajib mengalami kontraksi sebesar 23,09% (yoy) dan mempunyai kontribusi sebesar 34,61%.
” Kontraksi tersebut disebabkan oleh berakhirnya proyek yang didanai oleh APBN dan APBD yang tidak terulang lagi di Tahun 2024 seperti proyek yang dikerjakan oleh Dinas PUPR Kabupaten Teluk Bintuni dan Dinas PUPR Provinsi Papua Barat serta adanya penurunan setoran PPN dari pembangunan Bandara Torea Fak-Fak Ditjen Perhubungan,”.tuturnya
Sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor tumbuh 18,52% (yoy) dengan kontribusi sebesar 10,52%. Sektor pertambangan dan penggalian tumbuh 5,02% (yoy) dengan kontribusi sebesar 12,30%, dengan WP umumnya merupakan Wajib Pajak Cabang yang didominasi oleh setoran PPh Pasal 21. Sektor industri pengolahan tumbuh 57,61% (yoy) dan mempunyai kontribusi sebesar 10,48%.
” Pertumbuhan ini disebabkan oleh peningkatan aktivitas industri pengolahan yang menjadi penopang kegiatan ekonomi di Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua Barat Daya yaitu antara lain industri migas, kayu lapis, kelapa sawit, dan semen. Sektor aktivitas keuangan dan asuransi tumbuh 46,06% (yoy) dan mempunyai kontribusi sebesar 8,39%. Pertumbuhan ini disebabkan oleh peningkatan setoran PPh Pasal 21 Bulan April dari Wajib Pajak yang bergerak di bidang perbankan dan jasa keuangan. Wajib Pajak tersebut merupakan Wajib Pajak Cabang yang berkedudukan di Wilayah Papua Barat dan Papua Barat Daya,” pungkasnya. ( red/rls )