Ketua MRPB Soroti Dampak Sosial Kelapa Sawit dan Desak PT Borneo Subur Prima Jalin Koordinasi dengan Masyarakat Adat

Ketua Majelis Rakyat Papua Barat Judson Ferdinandus Waprak ( FOTO : Istimewah)

MANOKWARI, PinFunPapua.com – Ketua Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB), Judson Ferdinandus Waprak, menyoroti kehadiran perusahaan kelapa sawit di wilayah Provinsi Papua Barat yang dinilai masih menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat adat. Hal ini ia sampaikan dalam keterangannya kepada wartawan di Manokwari belum lama ini.

Menurut Judson, kehadiran investasi di sektor perkebunan kelapa sawit sejatinya dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat. Namun, ia mengingatkan bahwa proses investasi tersebut juga harus memperhatikan penilaian dan aspirasi masyarakat adat di sekitar wilayah operasional perusahaan.

“MRPB melihat bahwa kehadiran perusahaan kelapa sawit memang bisa memberikan manfaat. Akan tetapi, sepanjang prosesnya hingga pada tahap produksi akhir, terdapat sejumlah penilaian masyarakat adat yang perlu dikaji dan didampingi bersama oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab, termasuk MRPB, Lembaga Masyarakat Adat (LMA), dewan adat kampung, serta pemerintah daerah,” ujar Judson.

Ia mencontohkan situasi yang terjadi di Distrik Sumuri, Kabupaten Teluk Bintuni, di mana masyarakat menyatakan penolakan terhadap kehadiran PT Borneo Subur Prima. Penolakan ini didasari oleh pengalaman masyarakat terhadap perusahaan sebelumnya, yakni PT Varita Majutama, yang dinilai tidak memberikan dampak positif secara signifikan bagi kesejahteraan masyarakat lokal.

“Ini menjadi perhatian penting bagi pemerintah. Kita menghargai kepentingan investasi nasional, tetapi pada saat yang sama kita juga harus menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan masyarakat adat dan kesejahteraan mereka,” tegas Judson.

Ia memperingatkan agar proses investasi, terutama di sektor kelapa sawit, tidak hanya mengedepankan retorika positif di awal, tetapi harus diwujudkan melalui praktik yang benar-benar menguntungkan masyarakat. Judson juga menekankan bahwa hal ini tidak hanya berlaku di Manokwari, tetapi juga di berbagai kabupaten lain yang menjadi wilayah operasional industri kelapa sawit.

Sehubungan dengan itu, MRPB meminta PT Borneo Subur Prima untuk tidak hanya menjalin komunikasi dan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni, melainkan juga dengan MRPB sebagai lembaga kultural yang memiliki kewenangan dalam memberikan pertimbangan terhadap investasi yang masuk ke tanah Papua.

“Kami memiliki aturan dan keterikatan dengan undang-undang dalam menyikapi investasi, baik skala kecil maupun besar. Koordinasi dengan MRPB penting agar investasi tersebut benar-benar berdampak positif bagi masyarakat,” tambahnya.

Sebagai langkah konkret, Judson menyatakan bahwa MRPB dalam waktu dekat akan memanggil pihak PT Borneo Subur Prima dan Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni untuk membahas sejauh mana progres pengembangan kebun kelapa sawit dan dampaknya terhadap masyarakat lokal.

“Kami ingin memastikan bahwa masyarakat adat tidak hanya menjadi penonton, melainkan turut merasakan manfaat dari kehadiran perusahaan,” pungkas Ketua MRPB. (red)

Please follow and like us:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *