PinFunPapua.com, Manokwari – Kepala Satuan Tugas Pencegahan Koordinasi dan Supervisi Wilayah 5.2, Nurul Ichsan Al Huda, menyampaikan bahwa dalam upaya memberantas korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa bekerja sendirian dan selalu melibatkan elemen masyarakat.
Dalam upaya memberantas korupsi, KPK memiliki tiga pendekatan utama. Pendekatan pertama adalah pendidikan. “Kami melakukan upaya-upaya pendidikan kepada seluruh lapisan masyarakat, mulai dari pelajar, mahasiswa, hingga pegawai negeri. Tujuannya agar masyarakat memiliki nilai dan integritas sehingga tidak mau melakukan penyimpangan,” ujar Nurul.
Namun, upaya pendidikan saja tidak cukup. “Semua itu harus disertai dengan upaya pencegahan,” lanjut Nurul. Pencegahan ini bertujuan memperbaiki sistem dan prosedur di pemerintahan agar peluang terjadinya penyimpangan semakin sempit. Meski begitu, upaya pencegahan juga tidak cukup. “Berapa pun sistem yang dibangun, peluang penyimpangan tetap ada. Maka tetap perlu adanya upaya-upaya penindakan, yaitu penyelidikan dan tuntutan,” jelasnya.
Nurul menjelaskan bahwa tugas KPK di Papua Barat adalah melakukan upaya-upaya pencegahan dengan instrumen-instrumen yang telah ditetapkan berdasarkan pengalaman perjalanan KPK. Salah satu instrumen tersebut adalah Monitoring Control for Prevention (MCP) dan survei penilaian integritas.
MCP merupakan upaya perbaikan tata kelola di bidang-bidang seperti perencanaan negara, penganggaran, pengadaan barang dan jasa, pelayanan publik, penguatan pengawasan aparatur pengawas internal pemerintah, manajemen ASN, dan pengelolaan barang milik daerah.
Menurut Nurul, skor MCP di Papua Barat masih rendah. “Secara keseluruhan, MCP di wilayah Papua memiliki skor yang rendah, yaitu sekitar 50. Pemerintah daerah harus mengunggah dokumen-dokumen yang diperlukan untuk pengendalian dalam aplikasi MCP sehingga akan mendapatkan skor,” jelasnya.
Secara nasional, rata-rata skor pemerintah daerah adalah 75. Skor ini dibagi menjadi tiga kategori: 75-100 untuk wilayah Sumatra, Jawa, dan Kalimantan; 50-75 untuk Sulawesi; dan 25-50 untuk Papua dan Maluku. “Untuk wilayah Papua, skornya memang rendah,” tambahnya.
Di Papua Barat, skor tertinggi diraih oleh Kabupaten Kaimana dengan skor 63, diikuti oleh Fakfak dengan 49, Manokwari 47, Wondama 43, Bintuni 28, Mansel 27, dan Arfak dengan skor 16. Pemerintah provinsi Papua Barat sendiri memiliki skor 50, jauh di bawah skor tertinggi di Indonesia yang diraih oleh Bali dengan 98 dan Semarang dengan 90. ( PFP-01 )