
FAKFAK, PinFunPapua.com – Persoalan perizinan penangkapan telur ikan terbang kembali mencuat di Kabupaten Fakfak. Para nelayan mengeluhkan sulitnya memperoleh izin tangkap meskipun seluruh syarat administrasi di tingkat kabupaten telah dipenuhi. Kondisi ini membuat puluhan kapal nelayan tidak dapat beroperasi dan berpotensi merugikan perekonomian lokal.
Keluhan tersebut mendapat perhatian dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPR) Papua Barat. Anggota Komisi II, Fachry Tura, bersama anggota Komisi IV, H. Asri, ST, melakukan kunjungan kerja ke wilayah Torea, Distrik Pariwari, Kabupaten Fakfak, Sabtu malam (6/9/2025). Kunjungan tersebut bertujuan menyerap aspirasi masyarakat nelayan yang sudah bertahun-tahun terkendala izin penangkapan.
Saat ditemui di Fakfak pada Selasa (9/9/2025), Fachry Tura mengungkapkan keprihatinannya. Ia menilai persoalan ini bukan hal baru, namun hingga kini belum mendapatkan penyelesaian yang jelas.
“Kami baru mengetahui bahwa ternyata persoalan izin tangkap ini sudah bertahun-tahun menghambat aktivitas para nelayan. Semua dokumen dan syarat dari kabupaten sudah lengkap, namun selalu mentok di provinsi,” ujar politisi PDI Perjuangan tersebut.
57 Kapal Nelayan Tidak Bisa Melaut
Menurut Fachry, hambatan perizinan justru berada di Dinas Perikanan Provinsi Papua Barat. Ia menilai prosesnya tidak transparan dan terkesan “dipingpong” dengan alasan yang tidak normatif. Akibatnya, terdapat sekitar 57 kapal tangkap nelayan Fakfak yang tidak dapat beroperasi.
Padahal, setiap kapal memberikan kontribusi signifikan terhadap perputaran ekonomi daerah. “Satu perahu saja bisa belanja sekitar Rp50 juta sebelum melaut. Ini sangat berdampak terhadap perputaran ekonomi mikro di Fakfak,” tegasnya.
Fachry juga menyoroti ketiadaan petugas perizinan permanen di Kabupaten Fakfak. Selama ini, proses perizinan masih dilakukan secara manual melalui pegawai kontrak yang tidak memiliki kewenangan penuh untuk mengeluarkan keputusan.
DPR Akan Gelar Rapat Dengar Pendapat
Sebagai tindak lanjut, Komisi II DPR Papua Barat berencana menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dinas Perikanan Provinsi Papua Barat. Langkah ini diharapkan dapat menemukan solusi konkret agar nelayan dapat segera kembali melaut.
“Ini menjadi perhatian serius kami. Kami akan angkat persoalan ini dalam RDP dan wajib hukumnya untuk ditindaklanjuti,” ujar Fachry.
Ia juga mengingatkan agar organisasi perangkat daerah (OPD) provinsi tidak menjadikan konflik internal sebagai alasan mengorbankan kepentingan masyarakat. “Kalau memang tidak mampu bekerja, lebih baik mundur. Jangan biarkan masyarakat yang jadi korban,” tegasnya.
Fachry menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa DPR Papua Barat periode ini berkomitmen bekerja secara profesional dan tidak ingin mengulang kesalahan masa lalu. ( Risman)