MANOKWARI, PinFunPapua.com – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat tengah memproses kebijakan penghentian ekspor kayu bulat ke luar daerah. Wakil Gubernur Papua Barat, Mohamad Lakotani, S.H., M.Si., menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan pertemuan dengan Dinas Kehutanan serta sejumlah investor terkait rencana tersebut.
“Prinsipnya, proses penghentian ekspor kayu bulat sedang berjalan. Saat ini tinggal menunggu presentasi akhir yang akan melibatkan para investor. Presentasi tersebut akan disaksikan langsung oleh Bapak Gubernur,” ujar Wakil Gubernur Lakotani di Manokwari.
Ia menuturkan bahwa pelaksanaan kebijakan tersebut akan dimulai setelah Gubernur Papua Barat kembali ke Manokwari dan memberikan persetujuan terhadap hasil presentasi akhir. “Jadi, tinggal menunggu Bapak Gubernur kembali ke Manokwari, baru kita laksanakan presentasinya,” tambahnya.
Wakil Gubernur Lakotani mencontohkan keberhasilan Provinsi Papua yang telah lebih dahulu menghentikan ekspor kayu bulat sejak tahun 2018. Menurutnya, kayu bulat di wilayah tersebut kini dikelola sepenuhnya di dalam daerah, sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) meningkat dan manfaat ekonomi langsung dirasakan oleh masyarakat.
“Sejak tahun 2018, Papua tidak lagi mengekspor kayu bulat. Semua dikelola di dalam daerah, dan hasilnya langsung masuk sebagai PAD dan dinikmati masyarakat. Itu yang sedang kita dorong agar juga berlaku di Papua Barat,” katanya.
Dalam pertemuan dengan para investor yang selama ini mengelola kayu bulat di Papua Barat, sempat disampaikan permintaan agar masa transisi diberi waktu hingga dua tahun. Namun, pemerintah provinsi menilai waktu tersebut terlalu lama.
“Mereka minta dua tahun, tetapi kami rasa itu terlalu lama. Kami beri waktu satu tahun saja. Sehingga pada tahun 2026, ekspor kayu bulat ke luar Papua Barat sudah harus dihentikan. Selama ini pengelolaannya 50 persen untuk ekspor dan 50 persen untuk lokal. Namun, kami menilai ada indikasi permainan dalam sistem tersebut. Oleh karena itu, tahun depan tidak ada lagi ekspor kayu bulat ke luar, semuanya harus dikelola di daerah,” tegas Lakotani.
Wakil Gubernur juga menjelaskan bahwa kebijakan tersebut tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan PAD, tetapi juga untuk memberdayakan masyarakat lokal, terutama yang berada di sekitar kawasan konsesi industri kayu bulat. Dengan adanya pelarangan ekspor kayu bulat, industri pengolahan kayu dalam daerah akan berkembang dan mampu menyerap tenaga kerja lokal.
“Industri kayu ini nantinya akan menyerap tenaga kerja lokal. Oleh karena itu, kami akan terus menerapkan kebijakan pelarangan ekspor kayu bulat dari Papua Barat,” ungkapnya.
Selain meningkatkan PAD dan penyerapan tenaga kerja, dampak positif lainnya dari kebijakan ini adalah penerimaan pajak yang akan langsung masuk ke kas daerah, serta pembukaan akses wilayah yang sebelumnya terisolasi. Hal ini akan memberikan keuntungan tidak hanya bagi masyarakat, tetapi juga bagi pemerintah daerah dalam mempercepat pembangunan dan pemerataan ekonomi.
“Pemerintah provinsi perlu mengambil langkah strategis agar kayu bulat tidak lagi dikirim keluar Papua Barat, tetapi diolah oleh industri-industri yang ada di dalam provinsi. Ini penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis sumber daya lokal,” tutup Wakil Gubernur Lakotani. (red)