JAKARTA, PinFunPapua.com – Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) menegaskan bahwa ijazah Presiden Joko Widodo adalah asli dan sah. Pernyataan ini disampaikan secara resmi oleh Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim dalam konferensi pers yang digelar di Lobby Utama Gedung Awaloedin Djamin, Bareskrim Polri, Jakarta, pada Kamis (22/5/2025).
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Polisi Djuhandhani Rahardjo Puro, menjelaskan bahwa penyelidikan dilakukan menindaklanjuti laporan dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) yang menuduhkan adanya dugaan pemalsuan ijazah strata satu (S1) milik Presiden Joko Widodo.
“Kami telah melakukan pemeriksaan terhadap 39 saksi, termasuk perwakilan Universitas Gadjah Mada (UGM), alumni, dosen, pihak SMA, serta satu orang teradu, yaitu Joko Widodo. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut serta uji laboratorium forensik, dapat kami simpulkan bahwa dokumen ijazah Presiden Joko Widodo adalah asli dan sah,” ujar Brigjen Pol. Djuhandhani.
Polri juga menjelaskan bahwa laporan yang dilayangkan oleh TPUA sempat mencantumkan dugaan pelanggaran terhadap Pasal 263, 264, dan 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta Pasal 68 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Namun, setelah dilakukan pendalaman secara menyeluruh, tidak ditemukan adanya unsur tindak pidana dalam kasus tersebut.
Penyelidikan mencakup 13 lokasi penting yang berkaitan dengan riwayat pendidikan Presiden Jokowi, di antaranya SMA Negeri 6 Surakarta dan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Dari lokasi-lokasi tersebut, tim penyelidik berhasil mengumpulkan berbagai dokumen pendukung seperti Surat Tanda Tamat Belajar (STTB), formulir pendaftaran mahasiswa, Kartu Hasil Studi, surat keterangan praktik, dan ijazah asli.
“Ijazah asli S1 milik Presiden dengan nomor 1120 telah diuji secara forensik dan dinyatakan identik dengan dokumen pembanding. Kami juga menemukan skripsi beliau yang terbukti diketik menggunakan mesin ketik dan dicetak dengan teknik cetak sesuai dengan standar periode 1985,” terang Djuhandhani.
Lebih lanjut, Polri menegaskan bahwa Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) tidak terdaftar sebagai lembaga berbadan hukum yang sah di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Kendati demikian, pihak kepolisian tetap menghormati proses pelaporan sebagai bagian dari prinsip negara hukum.
Walaupun kesimpulan awal menunjukkan tidak adanya unsur pidana, kasus ini masih berada pada tahap penyelidikan. Bareskrim belum menaikkan statusnya ke penyidikan karena tidak ditemukan dasar hukum yang cukup kuat.
“Kami masih fokus menyelesaikan proses penyelidikan secara menyeluruh. Mengenai kemungkinan pertanggungjawaban hukum atas laporan yang tidak berdasar, hal tersebut bisa saja diproses apabila ditemukan unsur pidana. Namun, hingga saat ini, belum ada langkah ke arah tersebut,” tutup Djuhandhani.(red/rls)