PinFunPapua.com, Manokwari – Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 untuk masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur 2024-2029, Pemerintah Provinsi Papua Barat mendapat sorotan dari Majelis Rakyat Papua (MRP) terkait alokasi anggaran yang dianggap tidak memadai untuk mendukung pelaksanaan tugas MRP dalam proses pemilihan.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Papua Barat, Jacob Fonataba, menanggapi kebutuhan anggaran yang berkaitan dengan pertimbangan dan persetujuan calon gubernur (Cagub) dan calon wakil gubernur (Cawagub). Ia menegaskan bahwa hal ini merupakan amanat dari Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus).
“Tugas ini adalah bagian dari tanggung jawab Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB). Sebetulnya, kami sudah memprediksi bahwa tugas ini menjadi tupoksi MRP. Jika berbicara mengenai anggaran pendampingan, itu yang mungkin perlu kami tinjau kembali,” ujar Fonataba, Jumat (26/7/2024).
Fonataba menambahkan, jika dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) belum terdapat alokasi anggaran untuk kegiatan tersebut, pihaknya akan melakukan penyesuaian. “Penyesuaian ini perlu dilakukan berdasarkan jumlah kandidat. Saat ini, kami belum mengetahui berapa jumlah kandidat yang ada, jadi kami belum bisa memplot anggaran secara tepat,” jelasnya.
Selain itu, Sekda juga menekankan pentingnya proses verifikasi calon. “Kami perlu mencermati asal daerah dari calon. Verifikasi harus dilakukan melalui lembaga adat atau wilayah yang bersangkutan,” tambahnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua MRP Provinsi Papua Barat, Maxsi Nelson Ahoren, menegaskan tugas MRP dalam memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap calon gubernur dan calon wakil gubernur merupakan amanat dari Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus).
“Pemilihan gubernur dan wakil gubernur adalah hajat MRP, sama pentingnya dengan peran KPU dan Bawaslu. Keamanan situasi di Papua Barat sangat bergantung pada kinerja MRP,” ungkapnya dalam sebuah pernyataan kepada media pada Rabu (24/07/2024).
Ahoren menekankan bahwa semua lembaga dan institusi di Papua Barat telah menerima dana hibah untuk mendukung pemilu 2024, kecuali MRP. “Apakah MRP bisa menjalankan tugasnya dalam melindungi keaslian orang asli Papua pada tahapan pemilihan gubernur? Dengan kondisi anggaran yang minim, kami meragukannya,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa MRP perlu turun ke lapangan untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat adat guna memastikan keaslian calon yang diusulkan.
“MRP wajib turun untuk memverifikasi apa yang telah dimusyawarahkan oleh masyarakat adat mengenai keaslian calon,” katanya.
Lebih lanjut, Ahoren menyatakan bahwa tanpa anggaran yang memadai, pelaksanaan Undang-Undang Otsus terkait pertimbangan dan persetujuan terhadap Cagub dan Cawagub akan terhambat.
“Ini sangat keliru. Proses pemilihan gubernur adalah tanggung jawab MRP, sehingga harus ada alokasi anggaran yang cukup agar penentuan keaslian calon bisa dilakukan dengan baik,” tambahnya.
Ahoren menyinggung potensi stagnasi dalam proses pemilu jika MRP tidak diberikan anggaran. “Jika MRP terhambat karena kurangnya dana, siapa yang akan disalahkan? MRP atau pemerintah?” tanyanya.
MRP telah melakukan pertemuan dengan Kementerian Dalam Negeri dan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) untuk membahas kewenangan MRP dalam memberikan pertimbangan kepada Cagub dan Cawagub.
“Kami juga harus melakukan pertemuan di tingkat kabupaten dan kota untuk membahas hal ini,” jelasnya.
Ahoren mengingatkan bahwa jika ada calon gubernur dan wakil gubernur yang keasliannya dipersoalkan, MRP berkewajiban untuk turun ke wilayah adat setempat untuk melakukan proteksi, yang tentunya membutuhkan anggaran.
“Tanpa dana yang cukup, saya ragu bisa memberikan pertimbangan dan persetujuan terkait keaslian calon. Ini akan menjadi masalah,” katanya.
Oleh karena itu, Ahoren meminta agar pemerintah memperhatikan kebutuhan MRP menjelang Pilkada yang direncanakan berlangsung pada November 2024. “Pj Gubernur Papua Barat harus melihat masalah ini dengan arif dan bijaksana. Jika pemerintah memberikan anggaran kepada KPU, Bawaslu, dan lembaga lainnya, MRP juga harus mendapatkan dukungan anggaran yang layak, karena ini adalah perintah Undang-Undang Otsus,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa jika tidak ada saran pertimbangan dan persetujuan dari MRP mengenai calon dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, maka Pilgub 2024 di Papua Barat dapat dianggap cacat hukum. ( PFP-04 )