PinFunPapua.com, Jakarta – Aksi teror dengan pelemparan bom molotov di kantor Redaksi Media Jubi, yang berlokasi di Jalan SPG Taruna Waena, Kota Jayapura, Papua, pada Rabu (16/10/2024) dini hari, merupakan peristiwa yang sangat mengkhawatirkan dan tidak dapat diterima oleh akal sehat. Pelaku dari tindakan ini dianggap sebagai kelompok yang mengancam demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia.
Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Zulmansyah Sekedang, yang didampingi oleh Direktur Anti Kekerasan PWI Pusat , Edison Siahaan, menyampaikan pernyataan di Jakarta pada hari yang sama. Menurut Zulmansyah, aksi kekerasan semacam ini tidak boleh dibiarkan dan harus ditindak sesuai hukum yang berlaku. “Pelakunya harus segera diproses, dan semua pihak harus berperan aktif mencegah praktik-praktik kekerasan seperti ini, apalagi yang dapat menyebabkan korban jiwa,” tegasnya.
Zulmansyah menambahkan, keselamatan wartawan di Indonesia semakin memprihatinkan. Berbagai bentuk kekerasan terhadap wartawan, baik fisik maupun non-fisik, masih terus terjadi. Tidak hanya kekerasan fisik seperti penganiayaan, tetapi juga kekerasan verbal, penghinaan, dan pelecehan. Selain itu, perusakan alat kerja wartawan dan upaya menghalangi tugas jurnalistik mereka semakin memperburuk situasi. “Kami mendorong aparat kepolisian agar serius menangani kasus ini, terutama yang terjadi di Papua,” lanjutnya.
PWI juga menyerukan agar kasus kekerasan terhadap wartawan mendapat perhatian serius dari aparat penegak hukum. Kejadian seperti ini tidak hanya melanggar hukum tetapi juga mengancam prinsip-prinsip kebebasan pers yang dijamin dalam Undang-Undang.
Direktur Anti Kekerasan PWI Pusat, Edison Siahaan, menjelaskan bahwa wartawan secara legal formal memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. “Undang-undang ini memberikan jaminan perlindungan bagi wartawan saat menjalankan tugas jurnalistik mereka,” jelasnya.
Edison juga menekankan bahwa Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam resolusinya yang disepakati pada 27 September 2012 di Wina, Austria, menggarisbawahi pentingnya keselamatan wartawan sebagai komponen utama kebebasan berekspresi. PBB menyerukan kepada seluruh negara untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi para wartawan, agar mereka dapat bekerja secara independen dan bebas dari ancaman.
Lebih lanjut, resolusi tersebut juga meminta agar impunitas bagi pelaku kekerasan terhadap wartawan dihapuskan, dengan menggelar investigasi yang cepat, efektif, dan tidak memihak. Namun, di lapangan, tindak kekerasan terhadap wartawan masih sering terjadi. Insiden bom molotov yang baru-baru ini terjadi di kantor redaksi Jubi Papua adalah bukti nyata bahwa ancaman terhadap kebebasan pers masih eksis, bahkan bisa menelan korban jiwa.
Menurut Edison, kekerasan terhadap wartawan bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga merupakan ancaman serius terhadap demokrasi dan kebebasan berekspresi di Indonesia. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa semua pihak harus memahami pentingnya keselamatan dan keamanan wartawan saat mereka menjalankan tugas jurnalistik. “Keselamatan wartawan sangat penting agar informasi yang disampaikan kepada masyarakat dapat berkualitas dan berimbang,” tambahnya.
Dalam konteks ini, Edison menekankan bahwa perlindungan terhadap wartawan tidak hanya menjadi tanggung jawab nasional, tetapi juga merupakan kewajiban dunia internasional. PWI berharap agar aparat penegak hukum segera menyelesaikan kasus ini, dan para pelaku kekerasan terhadap wartawan mendapatkan hukuman yang setimpal. “Kami juga berharap agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi di masa depan,” tutupnya.
Kasus pelemparan bom molotov di Redaksi Jubi Papua menambah daftar panjang kekerasan terhadap insan pers di Indonesia, yang seharusnya dilindungi dalam menjalankan tugasnya. Kekerasan ini tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga merusak fondasi demokrasi yang mengedepankan kebebasan pers. (red/rls)