Tingginya Kasus TBC di Papua Barat, Perlu Ruang Isolasi Khusus

Direktur Rumah Sakit provinsi Papua Barat Dr Arnoldus Tiniap ( FOTO : Aufrida Marisan )

MANOKWARI, PinFunPapua.com – Tuberkulosis (TBC) masih menjadi salah satu penyakit infeksi utama di Papua Barat. Rumah Sakit Provinsi Papua Barat mencatat banyaknya pasien TBC yang datang dalam kondisi resisten obat, sehingga membutuhkan waktu pengobatan lebih lama dan perhatian khusus.

Direktur Rumah Sakit Provinsi Papua Barat, Dr. Arnoldus Tiniap, menjelaskan bahwa pasien TBC yang belum mengalami resistensi obat umumnya membutuhkan waktu pengobatan sekitar enam bulan. Namun, jika penyakitnya sudah berkembang menjadi resisten obat, pasien harus menjalani terapi selama sembilan bulan hingga satu tahun.

“Kasus TBC di Papua Barat sangat tinggi, bahkan termasuk salah satu yang tertinggi di Indonesia selain malaria. Banyak pasien yang datang ke rumah sakit dalam kondisi sudah resisten obat, sehingga membutuhkan perawatan lebih lama dan harus dipantau dengan ketat,” ujar Dr. Arnoldus.

Salah satu tantangan besar dalam penanganan TBC adalah kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjalani pengobatan secara teratur. Banyak pasien yang tidak disiplin minum obat sesuai anjuran, sehingga infeksi tidak sembuh total dan terus menyebar ke lingkungan sekitar.

“Pasien yang tidak menjalani pengobatan dengan benar memiliki risiko tinggi menularkan penyakit ini kepada orang lain. TBC adalah penyakit yang berkembang secara perlahan, tetapi daya membunuhnya sangat tinggi. Jika tidak ditangani dengan baik, pasien bisa mengalami komplikasi serius hingga kematian,” tambahnya.

Untuk mengatasi masalah ini, Rumah Sakit Provinsi Papua Barat telah membangun bangsal khusus penyakit infeksi. Namun, saat ini bangsal tersebut belum beroperasi karena masih membutuhkan tambahan tenaga medis dan peralatan.

“Kami sudah memiliki bangsal tersendiri untuk penyakit infeksi seperti TBC, tetapi kami masih membutuhkan tenaga medis tambahan dan peralatan agar bisa segera digunakan. Harapannya, dengan adanya bangsal ini, pasien TBC dapat dirawat secara terpisah dari pasien dengan penyakit lain, sehingga risiko penularan bisa dikurangi,” jelas Dr. Arnoldus.

Ia juga menyoroti pentingnya kesadaran masyarakat dalam mendukung anggota keluarga yang terkena TBC agar disiplin menjalani pengobatan.

“Jika ada anggota keluarga yang didiagnosis TBC, pastikan mereka minum obat secara teratur. TBC bisa menjadi ancaman besar bagi keluarga jika tidak ditangani dengan baik. Penyakit ini tidak muncul tiba-tiba, tetapi berkembang dalam waktu lama sebelum menunjukkan gejala. Oleh karena itu, pencegahan dan pengobatan yang tepat sangat diperlukan,” tegasnya.

Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan angka kasus TBC di Papua Barat dapat ditekan, sehingga masyarakat bisa hidup lebih sehat dan terhindar dari penyakit yang berbahaya ini. (red)

Please follow and like us:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *