Pemprov Papua Barat dan BP3OKP Desak Pengembalian Kewenangan Pengelolaan SMA/SMK ke Provinsi

MANOKWARI, PinFunPapua.com – Pemerintah Provinsi Papua Barat bersama Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) Perwakilan Papua Barat menegaskan pentingnya pengembalian kewenangan pengelolaan pendidikan menengah (SMA/SMK) dari kabupaten ke provinsi. Desakan ini merupakan hasil nyata dari aspirasi para bupati se-Papua Barat yang disampaikan dalam Rapat Kerja di Manokwari.

Wakil Gubernur Papua Barat, Mohamad Lakotani, mengatakan bahwa para bupati bersama gubernur sepakat meminta kepada pemerintah pusat agar urusan pendidikan menengah dikembalikan ke provinsi. Hal ini mempertimbangkan beban kerja kabupaten yang dinilai sudah cukup berat dalam menangani pendidikan dasar hingga menengah.

“Para bupati dan gubernur bersepakat meminta kepada Pemerintah Pusat agar urusan pendidikan menengah dikembalikan ke provinsi, mengingat beban kerja kabupaten yang sudah cukup berat di bidang pendidikan dasar hingga menengah,” ujar Lakotani di Manokwari, usai memimpin apel pagi.

Lakotani menjelaskan, dalam pertemuan Gubernur Papua Barat bersama Komisi II DPR RI pada Senin (28/4/2025), salah satu pokok pembahasan utama adalah permintaan pengembalian kewenangan pendidikan menengah tersebut. Ia menekankan bahwa secara nasional, urusan pendidikan menengah dan atas memang menjadi kewenangan provinsi.

“Hanya di Tanah Papua yang pengelolaannya dialihkan ke kabupaten. Jika kewenangan itu dikembalikan ke provinsi, sektor pendidikan kita akan mengalami revitalisasi yang signifikan,” tambahnya.

Sebelumnya, Ketua BP3OKP Perwakilan Papua Barat, Irene Manibuy, juga menyoroti dampak negatif dari penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 106 Tahun 2021, yang mengatur peralihan kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari provinsi ke kabupaten. Menurut Irene, kebijakan tersebut justru menyulitkan pelaksanaan program-program pendidikan di Papua Barat.

Dalam audiensi bersama Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA dan SMK se-Papua Barat serta BP3OKP di Manokwari, Kamis (24/4/2025), Irene menyampaikan bahwa sebelum diberlakukannya PP 106, pembiayaan pendidikan berjalan cukup baik di bawah kewenangan provinsi. Namun setelah peralihan kewenangan, banyak siswa dan guru yang terdampak, termasuk sepuluh siswa bersertifikasi bahasa Jepang yang gagal melanjutkan studi ke Jepang akibat kendala pembiayaan.

“Beban anggaran di tingkat kabupaten terlalu berat untuk mengakomodasi kebutuhan pendidikan menengah. Kondisi ini menyebabkan berbagai program strategis, termasuk beasiswa luar negeri dan peningkatan mutu pendidikan, terhambat realisasinya,” jelas Irene.

Menanggapi aspirasi para kepala sekolah, Irene memastikan bahwa BP3OKP akan menyampaikan permasalahan tersebut langsung kepada pemerintah pusat.

“Kami akan membawa aspirasi ini ke Jakarta, menemui Wakil Presiden, Presiden, DPR RI, dan Kementerian Dalam Negeri. Kami ingin Pemerintah Pusat mengetahui secara langsung kendala riil di lapangan akibat kebijakan PP 106 ini,” tegasnya.

Lebih lanjut, Irene mengungkapkan bahwa MKKS telah secara tegas meminta pengembalian kewenangan pengelolaan pendidikan menengah ke pemerintah provinsi. Untuk itu, rencana pertemuan bersama Wakil Presiden, Dinas Pendidikan, dan perwakilan MKKS sedang dipersiapkan.

Irene juga mengingatkan bahwa dalam pertemuan para gubernur se-Tanah Papua di Nabire, Papua Tengah, pada 15 April 2025, enam gubernur sepakat untuk mengusulkan revisi terhadap PP 106 Tahun 2021. Usulan tersebut menegaskan agar pendidikan dasar tetap menjadi urusan kabupaten, sementara pendidikan menengah (SMA/SMK) dikembalikan ke provinsi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2021.

“Jika pengelolaan SMA dan SMK kembali ke provinsi, kami yakin pelayanan pendidikan akan berjalan lebih baik. Target kita adalah membina generasi Papua menuju Indonesia Emas 2045,” ujar Irene dengan nada optimistis. (red)

Please follow and like us:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *