PALEMBANG, PinFunPapua.com – Isak tangis keluarga pecah di ruang sidang Pengadilan Militer I-04 Palembang, Senin (23/6/2025), saat proses persidangan kasus penembakan brutal terhadap tiga anggota Polri oleh anggota TNI aktif, Kopral Dua (Kopda) Bazarsah, dalam insiden penggerebekan judi sabung ayam di Way Kanan, Provinsi Lampung.
Tiga anggota Polri yang gugur dalam insiden tersebut adalah AKP Anumerta Lusiyanto, Aipda Anumerta Petrus Apriyanto, dan Bripda Anumerta Ghalib. Ketiganya meregang nyawa akibat tembakan senjata api laras panjang jenis SS1 modifikasi milik Kopda Bazarsah saat tengah menjalankan tugas penegakan hukum.
Dalam sidang yang dipimpin Kolonel CHK Fredy Ferdian Isnartanto, suasana haru tak terbendung ketika Oditur Militer I-05 Palembang memperlihatkan satu per satu barang pribadi milik korban—seragam dinas, celana, sandal, sepatu, tasbih, hingga pakaian berdarah yang mereka kenakan saat meregang nyawa—dibungkus dalam plastik transparan.
“Iya, Yang Mulia… dikembalikan…,” lirih suara salah satu anggota keluarga korban, diiringi tangis yang pecah di dalam ruang sidang.
Salah satu saksi kunci yang selamat dalam insiden tersebut, Aipda Wara Ardany Rambe, Kanit Reskrim Polsek Negara Batin, memberi kesaksian dengan suara bergetar. Ia menceritakan bahwa pada hari kejadian, ia bersama lima anggota polisi, termasuk korban, menumpangi satu mobil menuju lokasi penggerebekan.
“Kapolsek duduk di belakang bersama Bripda Ghalib dan Petrus. Saya duduk di depan,” ucapnya. “Saat tiba, Kapolsek turun duluan dan langsung terjadi tembakan. Saya melihat sendiri, Kopda Bazarsah mengenakan baju hitam, mengarahkan senjatanya ke Petrus dan menembaknya. Bola matanya pecah… Saya panik dan lompat ke kebun singkong untuk menyelamatkan diri.”
Wara menuturkan bahwa setelah suara tembakan berhenti, ia kembali ke lokasi hanya untuk menemukan rekan-rekannya sudah tidak bernyawa, bersimbah darah.
Fakta bahwa arena judi sabung ayam tersebut dikelola oleh dua oknum TNI aktif—Kopda Bazarsah dan Peltu Yun Heri Lubis—memperparah tragedi ini. Selain pelaku utama, penyelidikan juga mengungkap keterlibatan bisnis ilegal yang dilindungi oleh senjata api.
Dalam persidangan, Oditur turut memperlihatkan barang bukti berupa senjata laras panjang SS1 yang telah dimodifikasi dengan komponen FNC, serta sejumlah amunisi yang digunakan pelaku.
Tragedi ini tidak hanya mengakhiri nyawa tiga aparat negara, tetapi juga mencoreng institusi dan menimbulkan luka yang mendalam bagi keluarga korban serta masyarakat luas yang berharap pada tegaknya hukum.
Keluarga korban mendesak agar pengadilan militer menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada Kopda Bazarsah. Mereka menilai, pelaku tidak hanya bersalah karena melakukan pembunuhan, tetapi juga telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai prajurit negara untuk melindungi praktik ilegal dan membungkam aparat penegak hukum.
“Kami tidak hanya kehilangan ayah, suami, dan anak… Kami kehilangan kepercayaan terhadap sistem yang seharusnya melindungi kami,” ujar salah satu anggota keluarga usai sidang.
Kejadian ini menyadarkan publik akan pentingnya pengawasan ketat terhadap aparat bersenjata, serta urgensi pemberantasan praktik-praktik ilegal yang melibatkan oknum dalam tubuh institusi negara. (red/rls)