Pengangkatan Anggota DPR sebagai Staf Ahli Dikritik, Pemuda Manokwari: Cederai Marwah Legislatif

MANOKWARI, PinFunPapua.com – Kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manokwari yang mengangkat sembilan staf ahli nonstruktural menuai kritik dari sejumlah kalangan, terutama karena salah satu jabatan tersebut diisi oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) aktif. Keputusan ini dinilai menimbulkan ketimpangan fungsi lembaga legislatif dan eksekutif serta berpotensi melanggar aturan perundang-undangan.

 

Herson Korwa, salah satu pemuda di Manokwari, menyatakan bahwa pengangkatan anggota DPR sebagai staf ahli nonstruktural bertentangan dengan prinsip dasar geopolitik dan mengaburkan batas peran antarlembaga.

 

“Ketika anggota DPR secara langsung membantu kerja-kerja eksekutif, akan terjadi ketimpangan. DPR akan kehilangan marwahnya sebagai lembaga pengawas,” ujar Herson kepada media ini, Rabu (7/5/2025).

 

Ia menegaskan bahwa DPR memiliki tugas utama untuk mengawasi jalannya pemerintahan, bukan terlibat secara langsung dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program pemerintah. Menurutnya, setiap program pemerintah seharusnya dibahas melalui mekanisme resmi seperti rapat paripurna, di mana DPR memainkan fungsi legislasi dan pengawasan secara proporsional.

 

“Jika anggota DPR terlibat langsung dalam pelaksanaan program pemerintahan, hal ini bisa menimbulkan maladministrasi. Sebab, DPR adalah perpanjangan tangan rakyat dan bertugas mengontrol jalannya pemerintahan, bukan menjadi bagian dari eksekutif,” tambahnya.

 

Herson juga menekankan pentingnya menjaga prinsip pemisahan kekuasaan agar pemerintahan berjalan sesuai ketentuan undang-undang. Ia berharap, di bawah kepemimpinan Bupati Hermus Indou dan Wakil Bupati Mugiyono, sistem pemerintahan dapat berjalan sebagaimana mestinya, dengan tetap mengedepankan kepentingan rakyat.

 

“Saya percaya kedua pemimpin ini lahir dari kehendak rakyat, dan justru karena itu patut kita dukung sekaligus kritisi. Kritik adalah bagian dari dukungan konstruktif agar pemerintahan tetap berjalan sesuai kehendak rakyat,” ucapnya.

 

Senada dengan Herson, Ketua Gerakan Kerakyatan Kawal Aspirasi Sosial (Gerkkas) Papua Barat, Deflisen Pahala, menuturkan bahwa berdasarkan undang-undang, anggota DPR tidak diperbolehkan merangkap jabatan, apalagi yang dibiayai oleh negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

 

“Jika pengangkatan ini benar-benar terjadi, maka berpotensi menimbulkan maladministrasi, bahkan pidana korupsi, apabila yang bersangkutan menerima gaji atau honor dari jabatan tersebut,” jelas Deflisen.

 

Ia mengingatkan bahwa DPR Kabupaten Manokwari memiliki tanggung jawab moral dan legal untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan, termasuk mengevaluasi sesama anggota DPR yang terlibat dalam jabatan staf ahli.

 

“Setiap anggota DPR memiliki hak untuk mengkritisi kebijakan kepala daerah. Oleh karena itu, penting dilakukan evaluasi terhadap keterlibatan mereka dalam struktur pemerintahan, agar tidak terjadi pelanggaran aturan yang mencederai proses demokrasi,” tegasnya.

 

Sementara itu, aktivis masyarakat Manokwari, Rusman, menyoroti aspek etika dalam kebijakan tersebut. Ia menilai bahwa anggota legislatif yang diamanatkan oleh rakyat untuk memperjuangkan kepentingan publik, seharusnya tidak merangkap jabatan di pemerintahan.

 

“Akan hilang marwah mereka ketika masuk dalam struktur eksekutif. Fungsinya adalah mengawasi, bukan menjadi bagian dari yang diawasi,” tegas Rusman.

 

Ia berharap Ombudsman Republik Indonesia, khususnya perwakilan Papua Barat, dapat turun tangan untuk menyelidiki kebijakan tersebut dan memastikan apakah pengangkatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

 

“Kebijakan ini bukan hanya soal jabatan, tapi soal edukasi politik kepada publik. Jika dibiarkan, masyarakat akan menganggapnya hal yang wajar, padahal ini justru memberikan contoh yang keliru,” pungkasnya.

 

Rusman menambahkan bahwa banyak orang yang kompeten dan layak secara profesional untuk mengisi posisi staf ahli, tanpa harus mengorbankan prinsip netralitas lembaga legislatif.

 

“Kita jangan biarkan urusan politik dibawa ke ranah pemerintahan. Anggota DPR sebaiknya bekerja sesuai amanat rakyat dan tidak merangkap jabatan yang menimbulkan konflik kepentingan,” tandasnya. ( Dhy)

Please follow and like us:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *